Kenaikan harga Obat mengancam kesehatan masyarakat
Finroll.com – Sudah jatuh tertimpa tangga mungkin itulah kiasan yang pas untuk pasien yang tergolong miskin. Pasalnya, saat ini banyak pasien yang mengeluhkan harga obat yang semakin mahal. Bahkan warga pemegang karti Jaminan Kesehatan Masyarakat merasakan kenaikan harga obat karena tidak semua ditanggung pihak asuransi.
”Saya enggak tahu nama obatnya, tetapi ada obat yang harga satu paketnya Rp 400.000. Tiga bulan lalu, petugas di apotek mengumumkan kalau harga obat akan naik,” ungkap salah seorang pasien di di RS Dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur.
Dengan kenaikan harga obat ini tentunya sangat berimbas kepada pasien kelas menengah bawah yang dianggap tidak miskin, tetapi dananya sagat pas-pasan. Beberapa warga seperti Norma (40) warga Jl. Pancing, Medan, penderita tumor payudara ini baru saja dioperasi tersebut mengaku keluarganya pinjam sana-sini dan menggadaikan barang untuk biaya operasi.
Parahnya lagi, tidak semua jenis obat tersedia dalam versi generiknya. Seperti obat untuk kanker. Keresahan tersebut dialami Sondang, karena anaknya Christine (4) terkena leukemia, bahkan sempat dirawat RS Dharmais, Jakarta selama 25 hari, dengan biaya 25 hari pertama mencapai Rp. 22 juta yang ditanggung Askes, tetapui tidak semua obat kemoterapi dan peralatan penunjang ditanggung Askes.
Sementara itu, Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group Parulian Simanjuntak di Jakarta menyatakan harga obat dipermasalahkan karena 80-85% penduduk Indonesia membayar biaya kesehatan dari dana pribadi.
”Tersedianya jaminan sosial untuk biaya kesehatan amat mendesak. Selama jaminan itu tidak ada, obat akan menjadi kambing hitam,” tuturnya.
Di negara maju, seperti Amerika Serikat, biaya obat hanya 7-8 persen dari total biaya kesehatan. Komponen biaya terbesar justru pada penggunaan alat-alat modern untuk diagnosis penyakit serta biaya dokter.
Kenaikan harga obat setiap tahun dimaksudkan untuk menyesuikan dengan tingkat inflansi. Hal senada dinyatakan Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Anthony Sunarjo. Selain itu, tidak efisiennya pasar obat di Indonesia. Pangsa pasar obat Indonesia sangat kecil, tetapi jumlah industri dan distributor farmasi sangat besar.
Konsumsi obat di Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Konsumsi obat per kapita Indornesia tahun lalu hanya 17 dollar AS, jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi obat per kapita Malaysia yang mencapai 3-4 kali lipatnya.
Kenaikan harga obat kali ini terkait rencana pemerintah menaikkan pajak bahan kimia obat. Hal itu mengingat hampir semua bahan kimia obat diimpor. (way)
Tag: kesehatan, obat, harga, harga naik, asuransi, masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar